Kampus Merdeka Sebagai Ruang Eksplorasi Potensi Mahasiswa

kampus merdeka

 Modernis.co, Malang – “Merdeka belajar merupakan kemerdekaan berpikir. dan  terutama esensi kemerdekaan berpikir ini wajib  terdapat di guru dulu. Tanpa terjadi pada guru, tidak mungkin bisa terjadi di anak didik,” kata Nadiem Anwar Makariem dalam sebuah Diskusi Standard Nasional Pendidikan, di Hotel Century Park, Jakarta Pusat pada Jumat, 13 Desember 2019 yang lalu.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek) itu dinilai publik banyak mengeluarkan sejumlah terobosan kebijakan dalam pendidikan Indonesia, salah satunya adalah program “Merdeka Belajar.” Dalam program tersebut, beberapa sistem pendidikan di taraf SD dan  SMP diubah, mulai dari program Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan  Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi . 

Tak hanya itu, mantan bos Gojek itu juga mengeluarkan kebijakan “Kampus Merdeka”. Kampus Merdeka adalah episode II dari kebijakan Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Nadiem Makarim. Ia berusaha mengganti sistem-sistem pendidikan yang ada di Indonesia khususnya di tingkat universitas, lantaran dianggap stagnan.

Kebijakan baru yang akan diterapkan ini mancakup antara lain; pertama, mempermudah pembuatan program studi baru. Nadiem Makarim melihat problem yang terjadi pada perguruan tinggi adalah rumitnya sistem birokrasi pada pembuatan prodi baru sedangkan dunia terus berkembang secara pesat, yang memunculkan aneka macam bidang baru. Indonesia akan kesulitan untuk mengikuti perkembangan zaman, sebab untuk membuka jurusan pada bidang yang baru saja, membutuhkan waktu dan  tahap yang amat rumit serta lama.

Kedua, akreditasi bersifat otomasi serta sukarela. Saat yang dibutuhkan untuk menyetujui akreditasi memerlukan waktu yang lama, atau bahkan hingga bertahun-tahun lamanya. Karena itulah, Nadiem memutuskan, bagi yang sudah mendapat akreditasi A secara nasional, tidak perlu lagi diakreditasi, sedangkan buat kampus yang berakreditasi B dan C, dapat mengajukan peningkatan secara sukarela. Adapun kampus yang sudah berakreditasi A, dapat penekanan buat menerima akreditasi yang lebih tinggi, yaitu akreditasi internasional .

Ketiga, kemudahan menjadi PTN-BH. PTN-BH disebut mandiri secara finansial dan  pengelolaan kurikulum pendidikan pada kampusnya. Kelebihan lain dari Perguruan Tinggi Negeri-BH adalah dapat mendorong universitas untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam menerapkan seni manajemen serta kurikulum pembelajaran, sehingga mampu mendorong mahasiswanya menjadi lebih baik lagi.

Keempat, mahasiswa bisa mengambil dua semester lintas prodi dan magang. Hal ini disampaikan langsung oleh Mendikbudristek sendiri, bahwa mahasiswa akan diberi pilihan dan bukan bersifat wajib, mahasiswa dapat memakai saat dua semester tadi atau senilai 40 SKS dipakai magang atau mengambil semester lintas prodi. Hal tersebut, bertujuan agar mahasiswa memiliki pengetahuan pada banyak  bidang serta dapat mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapatkan selama masa perkuliahan kepada masyarakat, bukan sekedar teoritis saja.

Dengan sistem baru ini, mahasiswa berhak mengambil mata kuliah di luar studi sebanyak dua semester atau setara 40 SKS. Karena bentuknya sekarang menjadi “jam aktivitas, SKS di sini, maknanya jadi lebih luas: ia tidak hanya berbentuk belajar pada kelas, akan tetapi juga termasuk “magang, pertukaran pelajar, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di wilayah terpencil.” Selain itu, kebijakan Kampus Merdeka merupakan kesempatan pada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan  mengubah definisi satuan kredit semester (SKS).

Kemendikbud menilai, saat ini bobot SKS untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru. Sehingga, diperlukan satu perubahan dalam kebijakan di dalam kampus. Kemudian, pengertian SKS dari “jam belajar” diubah menjadi “jam kegiatan,” artinya SKS dapat berupa kegiatan belajar di kelas, magang atau kerja praktek di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, ataupun kegiatan mengajar di daerah terpencil dengan syarat mendapat bimbingan langsung dari dosen.

Melihat poin tersebut, saya sepertinya bisa membayangkan betapa produktifnya jika kita tidak terpatok kepada program studi yang kita ambil selama lebih dari empat semester tersebut. Kebijakan tersebut, dapat mendorong para mahasiswa yang kurang mempunyai skil dan wawasan menjadi lebih berkembang potensinya dengan mengikuti kegiatan di luar kampus. Di samping kegiatan belajar mengajar di kelas, mahasiswa dituntut untuk mampu berinteraksi dengan baik di masyarakat. Maka dari itu, mahasiswa perlu mengambil prodi di luar dari kampusnya, agar mahasiswa tersebut dapat memperbanyak wawasan dan pengalaman untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka.

Pada titik ini pula, saya kira, pilihan seperti itu memberikan kesempatan kita untuk berkembang dan menguntungkan. Saya setuju dengan pernyataan bahaw belajar itu tidak harus melulu di kelas. Mungkin dengan kita diberikan kesempatan, di semester tertentu untuk berusaha/wirausaha, atau menjadi trainee di sebuah perusahaan misalnya, dapat menjadikan kita mandiri dan bisa membiayai studi sendiri tanpa bantuan orang lain.

Oleh: Ervan Agus Rianto (Mahasisawa Hukum Keluarga Islam UMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment